Life-After-Life: Chain––Past, Present, Future [3/?]

Standard

life-after-life

a fanfiction by Tsukiyamarisa

Cast(s): [CNBlue] Kang Min Hyuk, [f(x)] Jung Krystal, [SHINee] Lee Taemin, [EXO-K] Kai || Minor cast: [EXO-M] Kris & Luhan, [EXO-K] D.O. || Duration: Chaptered || Genre: AU, Romance, Family, Fantasy || Rating: PG ||

Summary:

Min Hyuk. Soo Jung. Taemin. Kai.

Mereka semua memiliki masa lalu dan masa depan yang saling terikat satu sama lain. Tidak ada satupun dari mereka yang paham, bagaimana catatan takdir akan memutuskan akhir dari kisah ini. Happy end or… not?

Disclaimer:

All casts belong to themselves. Storyline and poster belong to me. Inspired by: Black Butler and SHINee’s song – 1000 Years Always By Your Side. Do not plagiarize or repost without permission.

*****

Life-After-Life: Chain–Past, Present, Future

Past,

Present,

Future

.

.

Take your own part,

That’s the only way to make her happy

 .

.

Are you ready?

.

 

Bosan. Tidak berguna. Tidak bisa melakukan apa-apa.

Min Hyuk menumpukan kepalanya di atas lutut, manik hitamnya berkelana ke seluruh penjuru Outsiders. Beberapa shinigami yang tampaknya masih bersekolah diam-diam melempar pandang tertarik kepadanya. Di seberang sana, Dio dan Luhan pun ikut-ikutan mengintip, mengamati setiap kegiatan yang dilakukan Min Hyuk.

Tentu saja, ia ini ‘kan satu-satunya arwah manusia yang diperbolehkan menjejakkan kaki di Outsiders berkat pengorbanan yang dilakukan oleh Kai. Para shinigami itu sudah pasti penasaran akan dirinya, yang jelas-jelas sudah menjadi bahan obrolan dari mulut ke mulut sejak kali pertama ia menjejakkan kaki di tempat ini.

“Tidak turun ke bumi?”

Min Hyuk memutar bola matanya, kesal dengan privasinya yang mendadak terganggu. Taemin –yang tiba-tiba saja sudah berdiri di sisinya –melemparkan pertanyaan tadi dengan nada menusuk.

“Sudah tiga minggu dan aku tidak tahu lagi harus berbuat apa.”

“Jadi, kau menyerah begitu saja? Setelah semua yang Kai berikan?”

Min Hyuk kini balik memandang Taemin, raut wajahnya tak terbaca. Ia tidak pernah bisa sepaham dengan makhluk bernama Taemin ini. Fakta bahwa Kai rela mengorbankan sebagian kekuatannya untuk memberi Min Hyuk extended time  sepertinya telah menaikkan kadar ketidaksukaan Taemin terhadapnya.

“Aku sedang berpikir, kalau kau ingin tahu. Dan tidak, aku bukan orang bodoh yang akan menyia-nyiakan kesempatan.”

Taemin mendengus pelan, bergegas bangkit berdiri saat mendengar suara langkah kaki datang menghampiri. Itu pasti Kai, tebak Min Hyuk dalam hati.

“Kalian… tidak bertengkar lagi, bukan?”

Suara ceria itu menyapa indera pendengaran mereka, namun tak ada satupun yang mau repot-repot menjawab. Min Hyuk sudah kembali tenggelam dalam pusaran kegelisahan hatinya sendiri. Sementara Taemin –yang jelas-jelas nyaris memulai sebuah pertengkaran –hanya bisa memasang wajah datar.

“Kau masih banyak tugas?”

“Sisa dua untuk hari ini. Kenapa?”

“Biar aku saja,” jawab Taemin cepat sembari menarik buku bersampul kulit hitam milik Kai. Ia tidak bisa membiarkan Kai melakukan semua tugasnya sendirian lagi, tidak setelah ritual menyebalkan dengan Master Kris itu menarik hampir setengah dari seluruh kekuatan Kai.

Hyung…

“Jangan membantahku. Kau sudah melakukan cukup banyak tugas dan masih harus mengawasi manusia yang satu ini. Kau mau jatuh pingsan lagi, hah?” gerutu Taemin panjang lebar. Kai hanya bisa mengangguk mengerti, membiarkan hyung-nya itu mengambil alih pekerjaan. Tidak perlu menunggu lama, Taemin sudah menghilang untuk menjalankan tugas, meninggalkan Kai bersama dengan Min Hyuk.

Masih sambil menggelengkan kepalanya tanda tak mengerti, Kai melepas jas hitam panjangnya dan merebahkan diri di atas rerumputan. Udara hari ini cukup panas, namun pohon-pohon rindang yang ada cukup untuk menaungi Kai dan Min Hyuk dari teriknya matahari. Min Hyuk melirik Kai sekilas, tidak yakin apakah ia harus memulai percakapan atau tidak.

Otak Min Hyuk mulai berputar sementara hening bergantung di antara keduanya. Ia memikirkan segalanya. Extended time dengan segala syaratnya yang mengikat, Soo Jung, dan juga bagaimana cara untuk menyelesaikan semua ini.

“Kang Min Hyuk, extended time yang diberikan padamu berlaku mulai hari ini, dengan jangka waktu tiga puluh hari bumi.”

“Ah, syarat ya? Kau tidak bisa menampakkan dirimu pada manusia. Meninggalkan pesan atau barang masih diperbolehkan.”

Min Hyuk menekan-nekan pelipisnya dengan ujung jari, merasa semakin pusing saat kalimat-kalimat itu berpusar dalam benaknya. Baik, ia memiliki waktu tiga puluh hari untuk mencari Soo Jung dan mengucapkan salam perpisahannya. Kini, dua puluh satu hari telah berlalu dan ia sudah menemukan Soo Jung. Masalahnya terletak pada syarat berikutnya yang baru saja ia ketahui dari Kai setelah pemuda itu sembuh total.

Tidak bisa menampakkan diri pada manusia.

Hanya bisa meninggalkan pesan.

Nah, kalau sudah begini, ia harus bagaimana?

Ia sudah melihat sosok Soo Jung, bersyukur saat mendapati bahwa gadisnya hidup sehat dan nampak baik-baik saja. Ia juga mengikuti semua kegiatan Soo Jung dan mengawasinya hari demi hari. Tetapi, hanya sebatas itulah yang mampu ia perbuat.

Min Hyuk ingin sekali meninggalkan pesan, tetapi kalimat macam apa yang harus ia sampaikan?

Soo, ini Min Hyuk. Aku sudah meninggal dan arwahku kini menulis sebuah pesan padamu.

Konyol. Bahkan membayangkannya saja sudah membuat Min Hyuk merasa seperti orang bodoh. Mana mungkin Soo Jung akan percaya pada kata-kata aneh semacam itu? Bisa-bisa ia langsung membuang surat Min Hyuk ke dalam tong sampah begitu membaca kalimat pembukanya. Tidak ada manusia waras yang akan memercayai segala hal gaib yang sedang Min Hyuk alami saat ini.

Pemuda itu mendesah, mengacak-acak rambutnya karena frustasi. Kalau begini caranya, bukan tidak mungkin kalau ucapan Taemin tadi menjadi kenyataan. Sisa waktu yang ia miliki hanya akan terbuang sia-sia. Memikirkan hal itu, manik Min Hyuk pun sontak terarah pada sosok Kai yang sedang berbaring santai di sampingnya. Ia sudah cukup merepotkan Kai dan sedikit-banyak ia pun juga merasa bersalah karenanya.

“Kai…”

“Ya?”

“Boleh aku bertanya?”

Kai mengangkat sebelah alisnya, dengan sigap bangkit dari posisi tidurnya. Ia duduk bersila di hadapan Min Hyuk, mempersilakan pria itu untuk mengutarakan pertanyaannya.

“Waktu itu, pemimpinmu bilang kau juga punya urusan tertinggal. Boleh aku tahu apa maksudnya?”

Kai mengulum senyumnya, mengangguk ringan. Sejujurnya, ia sendiri pun sudah menanti saat dimana rasa penasaran Min Hyuk akhirnya akan muncul seperti ini. Sama seperti Min Hyuk, Kai pun memiliki masalahnya sendiri. Ia juga ingin menyelesaikan persoalan itu. Berbagi cerita dengan Min Hyuk nampaknya bukanlah suatu awal yang buruk.

“Baiklah… cerita ini akan cukup panjang. Kau siap?”

***

“Dulu, aku ini juga manusia. Sama sepertimu dan ribuan orang lain di bumi. Seorang laki-laki biasa yang menjalani hidup tanpa mengetahui bahwa bayang-bayang kematian semakin mengejar. Kau tentunya sudah bisa menebak… Taemin hyung adalah orang yang bertugas mencabut nyawaku dulu.

Di hari itu, aku hanya bisa berpikir bahwa semuanya sudah berakhir. Tetapi ada satu urusan yang rupanya masih mengikatku dengan dunia fana ini. Belitan takdir dan masa depan yang tak diketahui oleh siapapun. Taemin, entah atas dasar apa, akhirnya membawa rohku ke hadapan Master Kris dan memohon pengampunan. Sama seperti yang kuberikan padamu, Min Hyuk.”

Jeda sejenak.

Min Hyuk belum bisa melepaskan pandangannya dari Kai, terpana. Mereka nyaris serupa dalam hal ini. Hanya ada satu hal yang membedakan mereka, satu hal yang menggangu jalannya otak Min Hyuk belakangan ini. Bahwa takdir mereka sama sekali berbeda.

“Aku tahu kalau kau pasti sudah memikirkan ini sejak lama. Kenapa aku bisa menjadi shinigami? Kenapa kau hanya diberikan waktu tambahan alih-alih berubah menjadi dewa kematian sepertiku?”

Dalam hati, Min Hyuk mengiyakan semua pernyataan Kai barusan. Ia memang mempertanyakan hal itu sejak lama. Kenapa Kai bisa mendapatkan kesempatan yang lebih besar daripada dirinya? Apa ia memang tak pantas untuk ini? Dimana letak keadilan kalau begitu?

“Tidak adil? Aku tahu. Tetapi setelah sekian lama, aku pun belajar sesuatu. Adil bukan berarti sama, Min Hyuk. Adil adalah menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya. Master Kris memutuskan untuk memberiku second life dan melimpahkan extended time bagimu. Ia punya alasan di balik semua itu, yang aku yakin, pasti berujung pada kebaikan.”

“Kenapa kau bisa begitu yakin?” Min Hyuk berbisik lirih, jemarinya memainkan helai-helai rerumputan yang berdesir di sekitar telapak kakinya. Di mata Min Hyuk, Kai tak ubahnya adalah pemuda yang memiliki kepribadian ganda. Ia bisa terlihat seperti anak kecil yang ceria, namun di lain waktu, keseriusannya dalam menghadapi segala persoalan hidup akan muncul begitu saja.

Seperti saat ini. Dalam sekali pandang Min Hyuk pun tahu, Kai menyimpan suatu masa lalu yang kelam di balik dua iris hitam itu.

“Taemin hyung selalu berkata bahwa kita harus meyakini ucapan Master Kris,” balas Kai polos. Min Hyuk tertawa kecil mendengarnya. Jawaban itu mungkin tak masuk akal, tetapi entah kenapa Min Hyuk pun merasa ia bisa sepenuhnya bergantung pada keyakinan yang dimiliki Kai.

“Lagipula, second life itu tidak semudah dan seenak kelihatannya. Aku… tidak bisa mengingat masa laluku.”

“Apa?” kalimat itu sukses membuyarkan isi pikiran Min Hyuk. Ia baru mengetahui hal itu sekarang. Jadi, semuanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing?

“Kalau kau mendapat second life, maka kau akan melanjutkan hidupmu sebagai shinigami. Tetapi, semua memori yang berkaitan dengan hidupmu sebagai manusia akan dihapuskan. Sedangkan untuk extended time, waktu yang diberikan memang lebih singkat. Wujudmu pun tetaplah arwah yang akan pergi ke alam baka setelah perpanjangan waktumu habis nanti. Namun, kau masih bisa mengingat masa lalumu, menyimpan semua kenangan manusiamu.”

Min Hyuk mengangguk-anggukan kepalanya. Pantas saja, Kai tidak pernah mengungkit-ungkit soal urusan tertinggalnya di bumi. Ia sudah melupakan semua itu. Tidak seperti Min Hyuk yang bisa tetap melihat sosok Soo Jung, Kai tidak bisa berbuat apa-apa.

“Jadi… urusan tertinggalmu?”

Master Kris bilang itu adalah misteri yang harus kupecahkan. Keping memori yang harus digali dan disatukan seiring dengan berjalannya waktu.”

“Sudahkah kau mendapatkannya, kalau begitu?”

Kai menarik sudut-sudut bibirnya, memaksakan seulas senyum.

Sudahkah ia mendapat jawaban atas pertanyaan yang selalu menyesaki benaknya? Sebenarnya, dia ini siapa? Bagaimana masa lalunya? Persoalan macam apa yang ia tinggalkan di muka bumi?

Baru saja pemuda itu hendak menggelengkan kepala, gambaran sesosok gadis melintas di alam bawah sadarnya. Gadis yang dikenalnya lewat foto Min Hyuk di Cinematic Life Record, gadis yang menjadi alasan Min Hyuk untuk menerima extended time…

“Mungkin… iya,” jawab Kai akhirnya dengan nada ragu.

“Sungguh? Apa itu?”

“Bukan apa… tetapi, siapa…”

Min Hyuk mengerutkan keningnya, tidak mampu menangkap maksud Kai yang mendadak terdengar begitu abstrak di telinganya. Sudah cukup banyak hal-hal aneh yang ia hadapi saat ini dan Min Hyuk sedang tidak ingin bermain tebak-tebakan.

“Kai…”

Yang dipanggil hanya bisa menunduk dalam, menyambar jasnya, kemudian melangkah pergi dalam satu gerakan kilat. Ia tidak lagi menatap Min Hyuk, namun bisikan lirihnya masih bisa ditangkap oleh telinga sang pemuda.

Jung Soo Jung… dia kenangan pertama yang bisa kuingat.”

***

Soo Jung merindukan Min Hyuk lebih dari apapun juga.

Gadis itu duduk diam di pojok kamar tidurnya, membiarkan angin segar bertiup masuk dari jendela kamar yang terbuka lebar. Hiruk-pikuk kota terdengar jelas dari atas sini, suara celotehan riang saling bersahut-sahutan di bawah sana.

Dulu, Min Hyuk memilihkan apartemen mungil ini untuknya dengan alasan letaknya yang cukup strategis –tepat di persimpangan jalan yang ramai, dimana kesunyian nyaris tak pernah menghinggapi. Min Hyuk tahu bahwa gadisnya itu tidak pernah menyukai suasana sepi, oleh karena itu ia memberikan saran agar Soo Jung mau tinggal di tempat ini.

Sekarang, alasan itu terdengar seperti sebuah ejekan baginya.

Yang ada di balik tembok itu adalah keceriaan, kebahagiaan beratus-ratus anak manusia yang sedang menjalani hari. Sedangkan di sini, terkurung di dalam kamar, adalah seorang Jung Soo Jung yang masih berduka akibat kepergian Min Hyuk.

“Min Hyuk oppa… kenapa kau harus pergi terlebih dahulu?”

Sang gadis berbisik pelan, merutuki nasibnya yang tak pernah baik. Apa sih kesalahan yang telah ia perbuat hingga hidupnya layak untuk diporak-porandakan seperti ini? Seingatnya, ia selalu berusaha menjadi anak yang manis dan penurut semenjak kecil. Tetapi, itu semua ternyata tidak cukup. Pada akhirnya, orang-orang yang dikenalnya lebih memilih untuk pergi menjauh.

“Apa gunanya sembuh, tetapi tidak bisa hidup bahagia?” ucapnya lagi, kali ini terselip sebuah sarkasme disana. Jemarinya bergerak untuk membalik sebuah album foto usang, menatap nanar ke arah semua kenangan yang telah diabadikan dengan kamera itu.

Oppa, aku merindukanmu…”

Tanpa ia sadari, sepasang manik hitam lainnya ikut basah setelah mendengar rangkaian kata-kata terakhirnya. Sosok yang tak terlihat itu berdiri diam di sudut ruangan, mengamati Soo Jung tanpa kata. Ia menangis dalam diam, mengiringi air mata Soo Jung yang jatuh berderai.

“Aku juga merindukanmu, Soo Jung.”

***

“Tulis saja surat untuknya.”

“Apa kau gila? Mana mungkin Soo Jung percaya,” balas Min Hyuk cepat. Kai terbahak geli, belum berpindah dari posisinya yang sedang duduk santai di atas sebuah gedung bertingkat. Saat ini mereka sedang berada di bumi, mengikuti keseharian Soo Jung seperti biasa.

“Memangnya, kau mau menggunakan cara macam apa lagi? Kau hanya bisa memberikan pesan atau barang. Nah, sekarang kau pilih.”

Min Hyuk mengangkat bahu, matanya kembali berkelana ke arah kamar apartemen Soo Jung yang terletak berseberangan dengan posisi mereka. Jendelanya tertutup rapat dengan tirai putih yang menghalangi pandangan mereka.

“Ini sudah dua puluh tiga hari. Waktumu tinggal tujuh hari lagi.”

Min Hyuk tahu itu.

Seminggu lagi, ia akan benar-benar pergi untuk selamanya. Tidak bisa melihat atau mengawasi Soo Jung lagi. Min Hyuk akan pergi ke alam yang lain, melepaskan keterikatannya dengan semua hal yang ada di dunia ini.

“Maaf…”

Kai menoleh cepat, tangannya terayun untuk menepuk pundak Min Hyuk sampai pemuda itu nyaris terjungkal. Bukan masalah besar. Toh, ia tidak akan mati untuk yang kedua kalinya.

“Jangan meminta maaf. Tidak ada gunanya.”

“Pantas saja Taemin selalu marah-marah padaku. Ia benar, aku hanya menyia-nyiakan kekuatanmu, bukan begitu?”

Alih-alih menjawab, Kai malah melingkarkan lengannya pada Min Hyuk dengan sikap bersahabat. Senyum lebarnya kembali nampak, membuat Min Hyuk mau tak mau ikut menarik ujung bibirnya.

“Taemin hyung memang begitu. Sama sepertiku yang terikat denganmu, ia juga terikat denganku. Ia punya tanggung jawab untuk menjagaku, makanya ia bertindak menyebalkan. Taemin hyung itu… orang yang baik. Ia peduli padaku, jadi…”

“Aku tahu. Tetapi, aku tetap merasa tidak enak.”

“Aku punya cara untuk membuatmu merasa lebih baik,” sahut Kai sembari melompat turun dari atap gedung. Dengan mudahnya ia mendaratkan kaki di atas aspal, memberi isyarat pada Min Hyuk untuk segera mengikutinya. Takut-takut, Min Hyuk bangkit berdiri dan bersiap untuk terjun ke bawah sana.

Bahkan di saat dirinya sudah menjadi arwah pun, ketakutannya akan ketinggian masih juga menempel. Padahal Kai sudah berulang kali menjelaskan bahwa Min Hyuk tidak akan bisa merasakan sakit yang bersifat fisik lagi. Meloncat dari ketinggian lima belas meter tentunya bukan suatu masalah yang berarti.

Min Hyuk menarik napas dalam, kemudian memejamkan mata seiring dengan kakinya yang melangkah di udara. Tubuhnya mendadak terasa seperti diterbangkan angin, ringan dan tanpa beban. Tidak butuh waktu lama sampai kedua tumitnya menyentuh jalanan, mendarat dengan posisi yang teramat canggung.

“Kurasa aku bisa mengetahui apa alasan Master Kris memberimu extended time. Min Hyuk, kau memang tidak pantas untuk menjalani second life sepertiku,” Kai langsung berucap dengan nada serius.

“Sungguh? Apa alasannya?”

“Kau… sama sekali tidak keren untuk menjadi seorang shinigami! Tidak lihat bagaimana tampangmu saat turun tadi? Menggelikan,” sembur Kai diikuti dengan gelak tawa. Min Hyuk hanya bisa melongo lebar, tidak menyangka bahwa ia sedang dipermainkan oleh pemuda usil ini.

“Ayo! Kau mau membuat gadismu itu senang atau tidak?”

“Caranya?”

Kai mengedipkan sebelah mata, menarik lengan Min Hyuk menuju gedung apartemen Soo Jung. Masih sibuk memutar otaknya, Min Hyuk hanya bisa mengikuti ajakan Kai tanpa membantah. Ide macam apa lagi yang sedang direncanakan oleh Kai?

“Entahlah. Belum kupikirkan.”

Kini mulut Min Hyuk terbuka semakin lebar. Semudah itukah mengejek dan menggoda seorang Kang Min Hyuk?

“Tetapi ada baiknya jika kita lebih dekat dengan Soo Jung dan mencoba melakukan sesuatu, bukan? Diam tidak akan membawa hasil apapun.”

***

Soo Jung menyeret tubuhnya dari atas kasur, malas-malasan melangkahkan kaki menuju kamar mandi. Kaca di sebelah pintu memantulkan bayangan dirinya, membuat gerakan kakinya sontak terhenti.

Ia terlihat… parah.

Matanya tampak membengkak dan wajahnya terlihat pucat. Rambutnya kusut, helai-helainya mencuat tidak beraturan ke segala arah. Soo Jung memutar badannya sedikit, menyadari bahwa ia bertambah kurus.

Kapan terakhir kali ia makan?

Ia tidak ingat.

Soo Jung hanya menyambar makanan seadanya untuk mengganjal perut di saat ia benar-benar lapar. Ia tidak peduli pada apa yang ia makan, pun dengan segala kegiatan sehari-harinya yang mulai terabaikan.

Soo, aku tidak ingin kau hidup seperti ini.

Iris cokelat Soo Jung melebar, jemarinya bergetar tatkala ia menyibakkan rambut yang menghalangi pendengarannya. Tidak mungkin. Ia pasti hanya salah dengar. Mana mungkin suara seorang Kang Min Hyuk bisa terdengar di kamarnya, di saat yang bersangkutan seharusnya sudah pergi untuk selamanya?

Soo Jung, tersenyumlah. Jalani hidupmu dengan baik.

Gadis itu terperangah, tidak tahu harus merasa senang atau takut. Apa halusinasi sudah mengambil alih akal sehatnya, membuat Soo Jung berubah menjadi gadis yang tak waras? Apa rasa rindunya telah menjelma menjadi imaji yang menghadirkan potongan-potongan suara Min Hyuk?

“Min Hyuk oppa?”

Kau mendengarku? Tolong, Soo… kumohon, tersenyumlah.

Sebutir air menetes keluar, menuruni pipi mulus Soo Jung. Sudah tak terhitung berapa banyak ia menangisi seorang Kang Min Hyuk, tetapi ini adalah kali pertama ia menangis sembari menampakkan seulas senyum tulus.

“Kalau aku hidup bahagia, apa oppa akan bahagia?”

Jawaban itu tidak muncul secepat sebelumnya. Baru saja Soo Jung akan memaki kebodohannya sendiri karena telah percaya pada khayalan semata, suara Min Hyuk kembali terdengar. Nadanya menyiratkan rasa sayang dan kepedihan, tetapi ada pula secercah kekuatan untuk menopang hidup Soo Jung.

Tentu saja, Soo Jung.

***

“Ia mendengarmu?”

Min Hyuk mengangguk, raut mukanya kini berseri-seri. Tadinya mereka berdua hanya berniat untuk memperhatikan Soo Jung dari pojok kamar, namun tanpa sadar Min Hyuk malah mengucapkan kalimat-kalimat penghiburan karena tidak tahan melihat gadisnya menderita.

Siapa sangka kalau ucapan Min Hyuk itu ternyata bisa tertangkap oleh telinga Soo Jung? Tidak mau membuang-buang kesempatan berharga ini, Min Hyuk pun langsung menyampaikan beberapa pesannya untuk Soo Jung.

“Padahal aku sudah mencoba mengajaknya berbicara berulang kali… kenapa baru sekarang ia mendengarku?” Min Hyuk berjalan mondar-mandir di ruang depan apartemen Soo Jung, kepalanya bergerak kesana kemari tanpa henti.

“Siapa yang tahu? Tidak pernah ada teori pasti yang bisa menjelaskan hal-hal semacam itu.”

“Di sekolah… kalian tidak mempelajarinya?”

“Kami tidak pernah mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan hati dan perasaan manusia. Tidak ada yang bisa menjelaskan hal serumit itu.”

“Lalu aku dan Soo Jung?” pertanyaan Min Hyuk menggantung di udara. Subjek yang sedang mereka perbicangkan melangkah keluar dari kamarnya menuju pintu depan. Ia sudah tampak lebih rapi dengan kemeja biru muda dan celana jeans hitam. Rambutnya dibiarkan tergerai. Manis.

Soo Jung bergegas memakai sepatu dan berjalan keluar dari apartemen mungilnya, meninggalkan Kai dan Min Hyuk berdua saja. Gadis itu tampak lebih hidup. Min Hyuk bahkan bisa mendengarnya bernyanyi kecil.

“Gadis itu benar-benar… suaramu bisa langsung mengubah kondisinya yang seperti mayat hidup menjadi manusia normal lagi, kau tahu?” kata Kai seraya menggelengkan kepalanya. Heran. Sebesar itukah pengaruh Kang Min Hyuk dalam hidup Soo Jung?

“Mungkin ia juga memiliki perasaan yang sama denganku, bisakah itu menjelaskan segalanya?” Min Hyuk kembali bertanya, melanjutkan analisanya yang tadi sempat tertunda.

“Segalanya apa?”

“Aku dan Soo Jung, kami bisa saling mendengar karena ia juga mencintaiku.”

Kai memutar kedua bola matanya, memberikan pandangan yang berarti kau-percaya-diri-sekali pada Min Hyuk. Meskipun begitu, dalam hati pun ia mengakui bahwa teori Min Hyuk itu bisa saja benar adanya.

Min Hyuk tidak memedulikan tanggapan Kai atas pernyataan yang baru saja dibuatnya. Ia ikut melangkah pergi, hendak mengikuti Soo Jung. Kalau Soo Jung bisa mendengar suaranya dan tidak menganggap itu semua hanya khayalan, berarti Min Hyuk juga punya kesempatan untuk memberinya surat perpisahan, bukan? Soo Jung sepertinya percaya bahwa sesuatu yang gaib dan di luar daya nalar itu memang mungkin terjadi. Sedikit-banyak, harapan pun mulai tumbuh di dalam diri Min Hyuk.

“Hei, kau mau kemana? Kang Min Hyuk!”

“Berjalan-jalan dengan Soo Jung, tentu. Tidak ikut?”

Kai langsung berlari kecil menyusul Min Hyuk, menolak untuk ditinggal sendiri. Sebagian karena ia memang bertanggungjawab untuk mengawasi Min Hyuk, sebagian lagi karena ia juga penasaran dengan sosok seorang Jung Soo Jung.

Kalau aku mencoba berbicara padanya, akankah ia mendengarku juga? Min Hyuk, aku iri padamu.

***

“Master…

“Taemin. Kau tidak ikut mengunjungi gadis itu?”

“Untuk apa?” Taemin berjalan cepat melintasi ruangan, kedua tangannya terkepal erat. Gadis itu. Taemin tentunya bukan orang bodoh yang tidak bisa mengerti siapa yang sedang mereka bicarakan. Jung Soo Jung, gadis yang memiliki hubungan erat dengan Kang Min Hyuk.

“Apa kau sedang berpura-pura bodoh? Jangan berpura-pura tidak mengenalnya, Taemin.” Kris kembali berkata-kata, kini sibuk berkutat dengan jubah hitamnya. Pria jangkung itu berjalan menuju lemari tinggi yang terletak di sudut kantornya, meraih jubah lain yang berwarna biru gelap.

“Itu masa lalu, Master. Kiranya kita tidak perlu mengungkit masalah itu–

“Bagaimana menurutmu? Apa warna ini terlihat lebih cocok?” Kris bertanya sambil lalu, jubah barunya menyapu karpet dengan anggun. Taemin mengangguk kaku. Kenapa pembicaraan mereka malah berganti topik menjadi warna jubah?

“Masa lalu? Bagaimanapun juga, masa lalu tetaplah bagian dari dirimu. Jangan mencoba untuk menyingkirkannya dari jalan hidupmu.”

Mata Taemin berpapasan dengan sorotan tajam Kris. Ia meneguk ludah, merasa ditelanjangi oleh tatapan itu. Seolah-olah Master-nya itu mampu membaca isi pikiran, hati, dan perasaan Taemin. Seakan-akan dia tahu kalau Taemin masih…

“Masih menyimpan perasaan untuknya, bukan? Kau dan Jung Soo Jung.”

Kris menyelesaikan ungkapan hati Taemin dalam satu kalimat singkat. Nadanya suaranya tegas, membuat Taemin kembali teringat akan satu kejadian di masa lalunya. Suatu potongan memori yang ingin ia buang jauh-jauh karena rasa sakit yang tak kunjung lenyap.

Master, saya sudah menyingkirkan hal itu.”

“Bohong.”

Singkat dan tajam, kata itu menghunjam dalam-dalam pada raga Taemin. Tentu saja ia berbohong. Faktanya, ia telah menipu dirinya sendiri selama bertahun-tahun lamanya. Melupakan Soo Jung? Tidak semudah itu.

“Apa yang harus saya lakukan?”

Past, present, future. Kalian bertiga adalah bagian dari semua itu. Satu masa untuk satu orang.”

“Ti-tiga?”

“Kau. Kai. Dan Kang Min Hyuk. Kalian adalah rantai yang membentuk ikatan takdir hidup Soo Jung,” Kris mengalihkan penglihatannya, menatap sinar bulan yang merasuk melalui jendela dan memantul-mantul di atas permukaan marmer.

Master haruskah saya mulai ikut campur?”

“Mengawasi, ya. Yang lain-lain, kupikir saat ini bukanlah waktu yang tepat.”

Taemin mendekati Master-nya itu untuk yang kesekian kali, menautkan kedua tangannya menjadi satu seraya berpikir keras. Master Kris selalu memilih kalimat-kalimat yang susah untuk dimengerti secara langsung.

Untuk beberapa menit lamanya, mereka sama-sama terdiam. Kris nampak menikmati pemandangan di luar sana, mendapati beberapa shinigami yang bekerja sebagai pendidik sedang menegur para calon shinigami muda.

“Rupanya memang tidak ada yang bisa mengalahkan kenakalanmu dulu, ya.”

Rahang Taemin mengeras, sindiran Kris itu menohoknya sedemikian rupa. Taemin tidak suka terus-menerus diingatkan pada masa lalunya. Bukan berarti ia tidak bahagia, ia memiliki masa kecil yang menyenangkan. Tapi apa artinya kebahagiaan yang terasa semu itu? Semua hanyalah rasa sesaat yang tak akan pernah bisa digapainya lagi.

“Jangan menutup-nutupi perasaanmu sendiri, Taemin. Kalian memang tidak bisa bersama, itu peraturan dasar yang kita miliki sejak dulu.”

“Saya mengerti,” Taemin mendesis pelan, tanpa sadar mendaratkan kepalan tangannya pada bingkai jendela. Kris hanya bisa menyeringai melihat tingkah tak sabaran pemuda itu.

“Meskipun begitu, bukan berarti kau tidak bisa membahagiakannya. Kau punya kesempatan untuk itu, Taemin.”

***

Kai berjalan berputar-putar tanpa arah, membiarkan kakinya memilih jalan tanpa benar-benar ia perhatikan. Ia sedang merasa tidak bersemangat, segala sesuatu yang berhubungan dengan hidupnya bercampur-baur dan mulai memburam.

Tugasnya untuk hari ini sudah selesai. Min Hyuk memilih untuk pulang ke Outsiders lebih dahulu, ingin segera menulis surat dan memikirkan cara-cara romantis dalam rangka meninggalkan pesan terakhirnya untuk Soo Jung. Taemin entah berada di mana, yang jelas Kai sendiri sedang merasa jengah untuk bertatap muka dengan partner­-nya itu.

Jadi, disinilah dia. Berjalan-jalan santai di atas bumi, melempar pandang iri pada gerombolan orang-orang yang asyik bercengkerama.

Mendadak, ia rindu dengan semua itu. Ia ingin mengingat, menyetorkan kembali semua kenangan yang telah dihapus dari benaknya. Apakah dulu ia bahagia? Apa ia punya keluarga yang menyayangi dan menangisinya? Atau sebaliknya, mungkinkah kehidupan lamanya dulu teramat buruk sehingga Master Kris berbaik hati memberikan second life pada dirinya?

Kai sungguh-sungguh ingin tahu.

Tep!

Mendadak saja langkahnya terhenti tanpa sebab. Kai mendongak, membiarkan kedua matanya berkelana ke sekeliling. Ia sedang berdiri di tengah jalanan sepi, dimana rumah-rumah mungil yang diperuntukkan bagi penduduk kelas menengah ke bawah berjajar di kanan-kirinya.

Sebuah rumah bercat putih dengan pagar berkarat menarik perhatiannya. Kai berjalan mendekat, menyentuh besi dingin itu dengan ujung jarinya. Lagi-lagi, sebuah perasaan akrab datang menghampiri. Apa hubungan yang ia miliki dengan rumah ini?

Oppa! Kau mau kemana?”

“Tidak akan lama, kok. Kau baik-baik di rumah, ya?”

“Jong In oppa, hati-hati di jalan!”

               

Nama itu lagi. Kai mengerjap beberapa kali, mengusir percakapan singkat yang muncul tanpa diundang tersebut. Ia menutup kedua kelopak matanya, berharap untuk menemukan sedikit ketenangan. Tetapi, ia salah. Yang didapatnya malah kilasan-kilasan gambar, berganti-ganti secepat kemunculannya yang tak disangka-sangka.

Seorang gadis muda berambut cokelat panjang yang tersenyum lebar. Seorang laki-laki berusia kurang-lebih tujuh belas tahun yang sedang menepuk-nepuk puncak kepala sang gadis. Gambaran akan sebuah kebahagiaan yang sederhana.

Siapa mereka?

Pemuda itu… ia tidak asing bagi Kai. Rasanya seperti menemukan kembaranmu yang hilang; seolah ia sedang memandang cerminan dirinya sendiri yang lebih muda beberapa tahun. Apa itu dirinya? Kai yang masih manusia dan belum menjelma menjadi shinigami?

“Kau benar-benar tidak pernah kembali, ya.”

Suara lembut itu membuyarkan fokus Kai, menyentakkannya kembali ke dunia nyata. Ia terlonjak, mendapati seorang Jung Soo Jung berdiri di sampingnya dan memandang sendu ke arah rumah tua yang tadi menarik perhatian Kai.

Soo Jung? Apa dulu rumah ini adalah milik keluarganya?

“Aku sudah sembuh sekarang. Apa oppa benar-benar tidak mau melihatku lagi?” Soo Jung masih bergumam pada udara kosong di hadapannya. Kai mengamatinya dengan penuh perhatian, mendengarkan setiap kata yang meluncur keluar dari mulut sang gadis.

“Dimanapun kau berada, kuharap kau juga hidup berbahagia.”

Kai terpaku, merasakan ketulusan yang tersembunyi dalam kalimat terakhir Soo Jung. Hangat menelusup masuk ke dalam benaknya, lebih kuat dari emosi apapun yang pernah menyentuh jiwanya. Ia merasa sedih dan senang pada saat yang bersamaan, bercampur aduk hingga membuat dadanya sesak.

Mengapa?

“Soo Jung…” tanpa sadar Kai melafalkan nama itu. Soo Jung yang tadinya sudah melangkah menjauh mendadak berhenti bergerak. Ia menelengkan kepalanya sekilas, menyipitkan mata untuk melihat di dalam gelap.

Kai bisa merasakan gugup merambati dirinya, namun ia berusaha untuk mengenyahkan semua halangan itu. Bibirnya kembali terbuka untuk memanggil nama sang gadis, jantungnya berdentum teratur bagai irama yang mengiringi.

“Soo–

“Bodoh. Aku pasti hanya salah dengar,” Soo Jung cepat-cepat menyimpulkan seraya mengetuk pelan kepalanya. Ia mengeluarkan tawa kecil sebelum akhirnya kembali melanjutkan perjalanan pulangnya yang sempat tertunda. Kai hanya bisa mengembuskan napas panjang, menyesali keberaniannya yang tiba-tiba memudar.

Ia bisa saja berlari menyusul Soo Jung, mencoba untuk mengajaknya mengobrol seperti Min Hyuk tadi. Mungkin Soo Jung juga bisa mendengarnya sejelas ia menangkap kalimat-kalimat Min Hyuk. Selain itu, ia bisa saja berperan sebagai kunci yang akan membuka kotak penyimpanan memori milik Kai.

Tetapi, Kai tetap diam di tempatnya. Membiarkan satu kesempatan lagi-lagi berlalu.

Jung Soo Jung. Rumah tua itu. Jong In.

Ketiga hal itu pastilah saling berhubungan satu sama lain. Hal-hal yang semakin lama terasa semakin akrab untuk Kai, meluapkan rasa penasaran pemuda itu. Sekarang, ia harus mulai menggali darimana lagi? Ia ingin penjelasan, ingin menyelesaikan urusan tertinggalnya!

“Kai? Kau dimana?”

Taemin. Partner-nya itu pasti mulai mencari-cari Kai setelah menyadari bahwa hari sudah terlampau larut. Pertanyaan Taemin yang disampaikan melalui telepati tersebut bergema di dalam benaknya, memerintahkan Kai untuk segera kembali ke Outsiders.

“Tunggu. Aku sudah menemukan kunci masa laluku.”

“A-apa?”

Kai mendesah keras, ia bisa menangkap gurat ketidaksabaran dan keingintahuan dalam pikiran-pikiran Taemin. Well, bagaimanapun juga ia harus memberitahu masalah ini padanya, bukan? Taemin adalah penyelamatnya, kakak yang sangat ia sayangi.

“Hyung, akan kuberitahu sesuatu. Soo Jung dan Jong In. Apa kau mengetahui sesuatu tentang mereka?”

-tbc-

3 thoughts on “Life-After-Life: Chain––Past, Present, Future [3/?]

  1. Mer, Just like when you reading a book, page by page, chapter by chapter, you keep moving to know what happen next. Just like me now, I just want to know what happen next, cause it’s just too awesome. Keep goin’ on mer!!!~

    Like

    • Intaaaaan *hug *sob
      komenmu bikin aku terharuuuu~
      okaaay, aku usahain deh biar ini fic bisa tetep awesome 😉
      anyway, aku sukses kah bikin penasarannya? XD

      makasih ikatan batiiiiin :**

      Like

  2. jadi… jongin=masa lalu, minhyuk=masa sekarang, dan taemin=masa depan gitu? aaak ini kenapa kris sok misterius gini, taemin juga ><
    chapter selanjutnya… ga janji ninggalin komen yak mer xD

    Like

Leave a comment